KONEKSI ANTAR MATERI
A. Pemikiran reflektif terkait
pengalaman belajar
Tujuan pembelajaran khusus
CGP menyimpulkan dan menjelaskan
keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman
yang dibangun selama modul 2
.
Refleksi modul 2.3
Coaching adalah sebuah proses
yang sifat kolaboratif yang berfokus pada solusi dan berorientasi pada hasil
sistematis. Pada sesi coaching berlangsung, coach memfasilitasi peningkatan
atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan
pribadi dari coachee.
Paradigma berpikir coaching
Ada empat paradigma coaching
perlu diketahui diantaranya
·
Fokus pada
coachee (fokus pada perkembangan diri coachee).
·
Memiliki
rasa ingin tahu dan keterbukaan.
·
Memiliki
kesadaran diri yang kuat.
·
Mampu
melihat peluang baru pada masa yang akan datang.
Prinsip dalam coaching
Terdapat tiga prinsip yang
terdapat dalam proses coaching. Tiga prinsip ini harus dapat dijalankan dan
menjadi landasan serta dasar dalam proses melakukan coaching.
Kemitraan
Dalam penerapan coaching antara
coach dan coachee adalah mitra. Kedudukan coach dan coachee adalah sejajar atau
setara. Prinsip mitra menjunjung tinggi konsep egaliter tidak yang lebih tinggi
atapun lebih mampu diantara keduannya. Konsep kemitraan ini juga diharapkan
mampu memunculkan kepercayaan antara duanya.
Proses
kreatif
Maksud dari proses kreatif
adalah melakukan percakapan kreatif yang bersifat dua arah. Percakapan ini bertujuan
untuk menstimulus potensi yang ada dalam diri hingga dapat keluar. Pada proses
kratif dibutuhkan kemampuan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan berbobot
yang bersifat reflektif. Tujuan dari proses kreatif memicu proses berfikir
kreatif dari coachee, memetakan dan menggali situasi coachee untuk dapat
menghasilkan ide-ide baru.
Memaksimalkan potensi
Untuk dapat memaksimalkan
potensi dan memberdayakan coachee, maka dibutuhkan sebuah rencana atau
rancangan tindak lanjut pada akhir percakapan. Rancangan ini harus lahir dari
coachee dan diputuskan oleh coachee secara sadara melalaui proses percakapan
coaching.
Konsep
coaching dalam konteks pendidikan
Sebagaimana
kita ketahui filosofi pemikiran KHD tentang konsep pendidikan. Mendidik adalah
menuntun atau dengan kata lain membersamai. Konsep menuntun itu sendiri lahir
dari kemauan untuk dituntun dan dituntun, artinya pendidikan menurut KHD akan
terjadi bila ada keterbukaan dan kemauan berpikir dari kedua komponen baik guru
maupun murinya.
Dalam hal
ini sesuai dengan konsep coaching sebagai sebuah komunikasi konstruktif yang
mengedepankan nilai-nilai pembelajaran antara guru maupun murid. Murid dalam
hal ini berikan kesempatan atau ruang kebebasan untuk menemukan potensi pada
dirinya secara mandiri.
Peran
pendidik hanya sebagai pamong dalam proses menuntun dan memberdayakan potensi
yang ada pada diri murid. Hal itu bertujuan agar murid tidak kehilangan
momentum atau kehilangan arah dan menemukan kekuatan (baca: kodrat) pada
dirinya tanpa harus menempun jalan yang lebih panjang atau membahayakan orang
lain.
Maka konsep
komunikasi yang berlandaskan coaching sangat relevan dengan tiga prinsip among
yang sudah lama kita ketahui menjadi semboyan dalam sistem pendidikan
kita. “Ing ngaro sung tulodo, ing mandyo mangun karso, tut wuri
handayani.”
Kompetensi inti coaching
Ada tiga hal yang harus dimiliki
dan diterapkan oleh coah kepada coachee dalam proses coching. Tiga hal ini
dapat menjadi kunci kesuksesan dalam proses coaching agar coachee dapat
berkembang secara maksimal. Berikut ini beberapa kompetensi yang harus dimiliki
oleh coach dalam proses coaching.
Presence (Hadir penuh)
Hadir penuh atau presence
merupakan sebuah kemampuan untuk dapat hadir secara untuk dalam proses
coaching. Coach harus dapat hadir penuh untuk coachee. Hadir penuh dari fisik,
raga, maupun pikiran saat melakukan coaching baik ketika mendengar maupun
melakukan percakapan. Kemampuan ini akan berhubungan dengan dua kemampuan yang
selanjutnya.
Mendengar
aktif
Seorang coach yang baik akan
mampu mendengar lebih banyak dan lebih sedikir berbicara dalam sesi coaching
dibandingkan coachee nya. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses mendengar
aktif adalah berfokus pada coachee yaitu mitra bicara bukan apa yang dibicarakan
oleh coachee. Hal ini dapat menghidarkan coach dari hal-hal yang tidak
diinginkan.
Mengajukan
pertanyaan berbobot
Setelah menguasai dua kompetensi
sebelumnya, maka coah dapat mengasah kemampuan ketiga ini yaitu mengajukan
pertanyaan berbobot. Kompetensi ini hadir setelah menguasi dua kompetensi
sebelumnya. Seorang coach dapat dikatakan telah menguasi kompetensi ini ketika
dapat mengajukan pertanyaan yang menggugat coachee untuk berpikir lebih dalam
akan potensi yang dimilikinya. Selain itu pertanyaan ini bertujuan untuk
memunculkan hal-hal baru atau mengungkapkan emosi yang dirasakan coachee.
Alur TIRTA
Dalam konsep percakapan berbasis
coaching terdapat sebuah skema komunikasi yang bertujuan untuk mempermudah
coach dalam melakukan coaching kepada coachee. Alur tersebut populer dan
dikenal dengan alur TIRTA.
Alur tirta merupakan akronim
dari T (Tujuan), I (Identifikasi), R (Rencana aksi), TA (Tanggung jawab). Fase
ini harus dilakukan secara berurut dari T hingga TA. Berikut penjelasakan dari
empat fase dalam komunikasi berbasi coaching tersebut.
T (Tujuan)
Pada fase awal coaching, coah
harus dapat menggali tujuan awal dari coachee. Tujuan ini dapat dijadikan
sebuah pembuka diskusi. Mengetahui tujuan dari coachee dalam proses coachee
dapat menjadikan pembicaraan lebih fokus pada solusi dan ide-ide yang akan
digali.
I
(Identifikasi)
Pada fase ini coach bertujuan
untuk melakan identifikasi diri ke coache. Pada proses ini coach diharapkan
mampu menggali semua yang ada pada coachee. Dari mulai situasi yang dihadapi
hingga melakukan kalibrasi tindakan yang telah dilakukan serta mengukur posisi
coache sudah sampai pada posisi mana. Namun dalam proses identifikasi tetap
harus dengan konsep lebih sedikit bicara dan mengajukan pertanyaan berbobot.
R (Rencana
Aksi)
Di fase ini coach bertugas untu
memandung coachee dalam menyusun rencana aksi yang akan dilakukan. Coach
bertugas memandu coachee memilih dan memilah rencana aksi yang tepat,
memikirkan dampak dari setiap tindakan melalui pertanyaan berbobot. Hasil dari
rencana aksi ini akan dijadikan acuan bagi coachee bertindak ke depan.
TA
(Tanggung Jawab)
Di akhir fase TIRTA coach
bertugas untuk menanyakan komitmen dari coachee dalam melakukan rencana aksi
yang telah ia tetapkan. Pada fase ini juga biasa coach bertanya kepada coachee
siapa saja yang akan dilibatkan dalam menyelesaiakn masalah yang ia hadapi.
Supervisi
akademik dengan paragidma berpikir coaching
Ada tiga point penting yang
perlu digaris bawahi dalam kosenp supervisi akademik dengan paradigma berpikir
coaching.
Supervisi harus dimaknai secara
positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang bertujuan meningkatkan kompetensi
guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
pihak pada murid.
Prinsip-prinsip supervisi
akademiki dengan paradigama berpikir coaching diantaranya ; kemitraan,
konstruktif, terencana, reflektif, objektif, berkesinambungan, dan
komperhensif.
Siklus yang diterapkan pada
supervisi klinis terdiri dari tiga fase yaitu pra observasi, observasi, dan
pasca obeservasi.
Pengalaman reflektif terkait
pengalaman belajar
Dalam proses belajaran modul 2.3
tentang coaching dan supervisi akademik ini sangat menantang. Hal ini merupakan
konsep komunikasi yang baru bagi saya sebagai seorang guru yang kadang lebih
cenderung dominan dalam diskusi.
Selain tertantang saya juga
merasa tercerahkan dengan konsep TIRTA. Tidak selamanya memberikan nasihat itu
baik. Karena menumbuhkan dan membantu orang menemukan potensi yang ada pada
diri bisa menjadi lebih melekat.
Dalam prose pembelajaran baik
ada beberapa hal yang saya sudah kuasi dan amalkan yaitu kehadiran penuh. Dalam
forum simulasi maupun praktik sederhana saya selalu mencoba unutk hadir penuh
ketika melakukan percakapan. Namun ada hal yang juga perlu saya tingkatkan
yaitu kemampuan mengajukan pertanyaan berbobot. Kemampuan ini sangat penting
untuk dapat menggali kompentesi coachee. Maka saya sebagai CGP akan terus
mengasah dengan latihan dan evaluasi secara bekelanjutan.
Pengetahuan dan kemampuan tentang
coaching dan supervisi akademik ini sayang berdampak pad diri saya. Saya merasa
dapat mengoptimalkan peran saya baik sebagai pendidikan maupun rekan sejawat
bahkan orang tua murid.
B. Analisis untuk implementasi
dalam konteks CGP
Bagaimana penerapakan coaching
untuk supervisi akademik?
Melalui
penerapan coaching kegiatan supervisi akademik menjadi sebuah kegiatan yang
bertujuan untuk pemberdayaan dan pengembangan diri dalam rangka peningkatan
performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran.
Penerapan
coaching dibutuhkan sebagai upaya meningkatkan motivasi, komitmen, kualitas
guru untuk kinerjanya dan proses pembelajaran.
Apakah teknik coaching dapat
digunakan sebagai upaya membangun kompetensi kemitraan?
Dalam proses coaching kita dapat
membangun kemitraan dan membuka peluang akselerasi kesadarab yang mendorong
tidakan aksi. Hal tersebut dapat terjadi bila hubungan coach dan coachee
dilandasi kepercayaan. Maka konsep egalitarian sangat dibutuhkan dimana tidak
ada skat kesenjangan yang terjadi dalam komunikasi.
Apa tantangan implementasi
coaching di sekolah?
Tantangan yang ada di sekolah
dalam penerapan teknik coaching diantaranya sebagai berikut;
·
Pola pikir
umum tentang supervisi yang masih bersifat satu arah.
· Budaya menunggu masukan dan
arahan dari pimpinan dalam menyelesaikan masalah atau merancang sebuah
kegiatan. Sehingga yang muncul bukan potensi diri secara penuh, namun potensi
diri yang dipesan sesuai dengan kebutuhan.
Bagaimana alternatif solusi dari
tantangan yang ada?
· Untuk dapat merubah pola pikir
tentu dibutuhkan pendekatan dan dialog terbuka. Menjadikan keadaan yang terjadi
sebagai objek diskusi dengan mengedepakan solusi dari penyelesaian masalah.
· Untuk mengubah budaya waiting perlu
adalahnya dobrakan. Maka dalam hal ini setiap CGP wajib melakukan perubahan
secara drastis dan terukur untuk melakukan reinterprtasikan konsep waiting
and create.
C. Membuat keterhubungan
Hubungan modul 2.3 dengan modul
2.1 adalah
kemampuan coaching sangat dibutuhkan untuk melakukan pemetaan potensi dalam
proses pembelajaran yang bertujuan untuk merancang diferensiasi konten, proses,
dan prudk. Guru bertindak sebagai coach dan murid bertindak sebagai coachee.
Dengan menggunakan teknik coaching guru dapat menuntun murid untuk dapat lebih
optimal dalam pengembangan dirinya.
Hubungan modul 2.3 dengan modul
2.2 adalah
keterampilan coaching berguna untuk memaksimalkan potensi siswa dalam mengenali
dan mengembangan sosial emosional yang dimiliki. Dengan mengenali dan
mengembangan kompentensi sosial emosial murid, maka dapat menciptkan proses
pembelajaran yang bukan hanya efektif namun memiliki makna.
Pengimplentasian modul 2.3 (coaching untuk supervisi
akademik) dengan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosial
adalah dalam komunikasi guru lebih mengutamakan alur TIRTA untuk menggali
potensi yang terdapat dapa diri murid. Guru juga dapat melatih kehadiran penuh
dengan konsep mindfulness dan teknis S.T.O.P yang telah diajarkan pada modul
2.2.
Pertanyaan pemantik
Bagaimana
peran anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi
sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran
sosial emosional?
Peran saya sebagai coach adalah menjadi roll model
dalam penerapan pembelajaran berdirefensiasi dan pembelajaran sosial emosional.
Setelah menjadi role model maka saya akan mencoba menjadi influencer yang
bertuga untuk menyebarkan ide dan gagasan tentang dua konsep pembelajaran
tersebut. Menyebaran ide dan gagasan dilakukan dengan perlahan dan bertahap.
Ketika ada ketertaikan guru lain sebagai teman
sejawat maka posisi saya akan menjadi coach yang bertugas untuk menggali
tantangan, ide serta gagasan teman sejawat sebagai coachee.
Bagaimana
keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompentasi sebagai
pemimpin pembelajaran?
Keterkaitan keterampilan coaching dengan
pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran sangat berkaitan. Dengan
keterampilan coaching guru dapat mengimplentasikan konsep menuntun segala
kodrat yang dimiliki anak. Selain itu melalui keterampilan coaching guru dapat
memandu tumbuhnya kesadaran interinsik dan komptensi diri secara mandiri oleh
murid. Kemudian pada akhirnya kesadaran kompetensi yang sudah ditemukan
ketersebut dapat terus dijaga dengan komitmen yang tinggi oleh murid.
0 Komentar